JAKARTA, Satelit360.com — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah meninjau kebijakan fiskal baru terkait pajak transportasi guna menekan biaya perjalanan domestik. Kebijakan ini dinilai sejumlah ekonom sebagai langkah strategis yang mampu mendongkrak produktivitas sektor pariwisata, terutama di masa pemulihan ekonomi pascapandemi.
Kapan kebijakan ini mulai digodok? Sejak kuartal pertama 2025. Siapa yang terlibat? Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Di mana berlaku? Nasional, dengan prioritas daerah destinasi wisata utama. Mengapa dilakukan? Untuk menstimulasi mobilitas masyarakat dan menarik lebih banyak wisatawan domestik. Bagaimana implementasinya? Melalui insentif pajak transportasi darat dan udara serta subsidi silang tiket perjalanan.
Latar Belakang: Transportasi Mahal Hambat Wisata Domestik
Selama beberapa tahun terakhir, harga transportasi—khususnya tiket pesawat domestik—menjadi sorotan publik. Biaya perjalanan yang tinggi dinilai menjadi salah satu penghambat utama pertumbuhan sektor pariwisata nasional, terutama di luar Pulau Jawa.
Pasca-pandemi COVID-19, angka kunjungan wisatawan domestik memang meningkat. Namun, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa frekuensi perjalanan masyarakat masih belum menyentuh angka pra-pandemi tahun 2019. Salah satu penyebabnya adalah mahalnya ongkos transportasi, yang belum sepenuhnya pulih akibat biaya avtur dan operasional maskapai yang tinggi.
Data Pajak dan Transportasi: Tren dan Rencana Penyesuaian
Menurut laporan tahunan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) 2024, kontribusi sektor transportasi terhadap penerimaan PPN nasional mencapai 4,3 persen atau setara dengan Rp 67 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 58 persen berasal dari layanan penerbangan domestik.
Kemenkeu mencatat, kebijakan insentif fiskal yang ditargetkan pada sektor transportasi bisa menurunkan tarif PPN hingga 5 persen untuk layanan tertentu. Selain itu, terdapat rencana pengurangan pajak penghasilan (PPh) untuk operator transportasi yang melayani rute ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Insentif fiskal ini bukan hanya soal menurunkan harga tiket, tetapi memberi ruang bagi pelaku usaha untuk tumbuh dan mendorong daya beli masyarakat,” ujar Direktur Kebijakan Fiskal DJP, Haris Nugraha, dalam konferensi pers, Rabu (11/6/2025).
Pandangan Ekonom: Kebijakan Bisa Turunkan Biaya Perjalanan
Ekonom dari Universitas Indonesia, Dr. Rika Pranajaya, menilai bahwa langkah pemerintah menyesuaikan tarif pajak dan harga transportasi merupakan pendekatan yang tepat sasaran untuk mendorong mobilitas domestik.
“Transportasi adalah penghubung utama aktivitas ekonomi. Ketika biaya transportasi turun, masyarakat lebih terdorong untuk melakukan perjalanan, baik untuk wisata, bisnis, maupun kunjungan keluarga,” ujar Dr. Rika dalam diskusi publik yang digelar INDEF, Kamis (5/6/2025).
Menurut simulasi INDEF, penurunan tarif PPN transportasi sebesar 3 persen dapat menurunkan harga tiket rata-rata sebesar 7 persen dan meningkatkan perjalanan wisatawan domestik hingga 18 persen per kuartal.
Dampak Ekonomi: Stimulus bagi Daerah Wisata
Dengan meningkatnya mobilitas masyarakat, sektor pariwisata dan ekonomi lokal di berbagai daerah diproyeksikan ikut terdorong. Provinsi seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Sulawesi Utara yang sebelumnya terkendala aksesibilitas dapat merasakan dampak langsung.
Ketua Asosiasi Pariwisata Indonesia (ASPARNAS), Budi Santosa, menyambut baik rencana kebijakan ini. Ia menyebut, biaya logistik dan transportasi selama ini menyumbang hingga 40 persen dari total paket perjalanan wisata domestik.
“Dengan turunnya biaya perjalanan, pelaku usaha pariwisata dapat menawarkan harga lebih kompetitif. Ini sangat krusial untuk meningkatkan okupansi hotel dan permintaan jasa lokal,” ujar Budi.
Tanggapan Pemerintah: Fokus pada Pemerataan Aksesibilitas
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendukung penuh inisiatif fiskal dari Kemenkeu. Menteri Sandiaga Uno menyatakan bahwa program ini sejalan dengan strategi pengembangan destinasi pariwisata prioritas dan penguatan ekonomi kreatif berbasis lokal.
“Kami sedang merancang skema kolaboratif bersama operator transportasi agar subsidi dan insentif pajak bisa langsung diterjemahkan dalam penurunan harga tiket,” ujar Sandiaga dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (6/6/2025).
Sandiaga juga menekankan pentingnya pengawasan dalam implementasi kebijakan agar insentif fiskal benar-benar berdampak pada konsumen akhir, bukan hanya meningkatkan margin penyedia jasa transportasi.
Rangkuman: Kebijakan Strategis untuk Pariwisata yang Inklusif
Kebijakan pajak dan harga transportasi yang tengah digodok pemerintah dapat menjadi katalis pertumbuhan sektor pariwisata nasional. Dengan menurunkan beban biaya perjalanan melalui insentif fiskal, pemerintah berharap mampu meningkatkan daya saing pariwisata domestik, memperluas aksesibilitas, dan menstimulasi ekonomi daerah.
Langkah ini juga dinilai oleh para ekonom sebagai strategi jangka menengah yang efektif dalam mendorong produktivitas masyarakat dan memperkuat kontribusi sektor jasa terhadap PDB nasional. Tantangan ke depan adalah memastikan implementasi berjalan tepat sasaran dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
Referensi:
- Direktorat Jenderal Pajak, “Laporan Kinerja DJP 2024”
- Badan Pusat Statistik, “Indikator Perjalanan Wisata Domestik 2024”
- Kemenkeu, “Rencana Strategis Insentif Fiskal 2025”
- Diskusi Publik INDEF, Juni 2025
- Kemenparekraf RI, Siaran Pers 6 Juni 2025